SUBYEK HUKUM
Istilah subyek
hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda rechtssubyec. Kata subyect dalam
bahasa Belanda dan Inggris berasal dari bahasa Latin subyectus yang artinya
dibawah kekuasaan orang lain (subordinasi).
Dalam bahasa
Inggris, dikenal istilah person untuk menyebut sesuatu yang mempunyai hak. Menurut Pathon, istilah person berasal
dari bahas Latin persona yang ekuivalen dengan bahasa Yunani prosopan. Baik
persona dan prosopan pada awalnya merujuk pada topeng yang dikenakan oleh
pemain untuk menggambarkan suatu dewa atau pahlawan dalam suatu drama. Barulah
pada abad VI Boethius mendefinisikan persona diartikan sebagai sosok makhluk
yang rasional.
Pada
perkembangannya, person diartikan sesuatu yang dapat mempunyai hak dan
kewajiban. Sebenarnya lebih tepat istilah person dalam bahasa Inggris
diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, istilah subyek hukum atau dalam
bahasa Belanda rechtssubyec sudah menjadi istilah yang baku dalam studi hukum
Indonesia dan Belanda, kiranya istilah tersebut dapat dipertahankan.
subyek hukum
atau person dalam bahasa Inggris merupakan suatu bentukan hukum artinya
keberadaannya diciptakan oleh hukum. Salmon
mengatakan atau mengemukakan bahwa baik manusia atau bukan manusia mempunyai kapasitas
sebagai subyek hukum. Pada masa sekarang manusia merupakan subjek hukum,
manusia merupakan subjek hukum selama ia masih hidup, yaitu sejak dia
dilahirkan sampai meninggal dunia.
Bahkan dalam
sistem civil law dikenal ungkapan (maxim) “nasciturus pro iam nato habetur”
yang artinya anak yang belum dilahirkan yang masih dalam kandungan dianggap
telah dilahirkan apabila kepentingannya memerlukan. Maxim demikian tertuang di
dalam Pasal 2 BW yang menetapkan bahwa “ Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap
telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah meninggal
waktu dilahirkan, dia dianggap tida pernah ada”. Pada saat ini, terdapat
persamaan nilai yang fundamelntal bagi semua orang sehingga tidak boleh adanya
perlakuan yang berbeda atas jenis kelamin, ras, kepercayaan, dan status sosial.
Pada dasarnya
yang menjadi subyek hukum adalah manusia/orang atau person. Dalam pengertian
manusia atau person sebagai subyek hukum ada dua pengertian :
a. Natuurlijk person adalah menspersoon, yang disebut orang atau
manusia pribadi dan
b. Rechtsperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dapat dibagi
dalam :
- Publik rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum seperti Negara, Daerah Tk. I, Tk. II, desa, dll.
- Privaat rechtsperson atau badan hukum privat, yang mempunyai sifat atau adanya unsur kepentingan individual.
MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM
Setiap manusia
mempunyai wewenang hukum, akan tetapi ia belum tentu cakap hukum. Seseorang bisa
dikatakan cakap hukum, apabila ia telah dianggap cukup cakap untuk
mempertanggung jawabkan sendiri atas segala tindakan-tindakannya.
Contohnya,seorang yang sudah dewasa normal berarti “cakap hukum”. Seseorang
yang sudah dewasa apabila ia gila, di letakkan di bawah pengampuan, anak-anak
“tidak cakap hukum”. Di antara subyek hukum tidak hanya manusia yang menjadi
subyek hukum melainkan terdapat subyek hukum selain manusia yaitu “Badan Hukum”.
BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM
Adapun yang di
maksud dengan badan hukum (rechtspeersoon) adalah suatu perkumpulan orang-orang
yang dapat menanggung hak dan kewajiban yang telah memenuhi syarat-syarat yang
telah di tentukan oleh hukum. Di antara syarat-syarat badan hukum yang telah di
tentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang
terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
2. Hak dan kewajiban badan hukum
terlepas dari hak dan kewajiban para anggota-anggotanya.
Dasar-dasar hukum sebagai badan hukum meliputi :
1. Perseroan terbatas(PT) di atur
dalam bab III bagian ketiga buku I KUHD (WvK)
2. Koperasi, di atur dalam
undang-undang No. 25 Tahun 1992
3. Yayasan, pengaturannya sesuai
kebiasaan yang di buat aktenya di notaris.
4. Perbankan, diatur dalam
Undang-undang No. 7 Tahun 1992
5. Bank Pemerintah, sesuai dengan
Undang-undang yang mengatur pendiriannya
6. Organisasi Partai Politik dan
Golongan Karya diatur dengan Undang-undang No. 3
Tahun 1975 (telah diubah No. 3 Tahun 1985)
7. Pemerintah Daerah Tingkat I,II
dan Kecamatan diatur dengan Undang-undang No. 5
tahun 1974
8. Negara Indonesia diatur dengan
konstitusi Undang-Undang Dasar 1945
PENGERTIAN BADAN HUKUM
“Orang”
(person) dalam dunia hukum adalah subyek hukum
atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak
(subyek hukum) dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan
hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan
kewenangan hukum (rechtsbevoedgheid).Dua macam Subyek Hukum dalam pengertian
hukum adalah :
1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu
manusia pribadi (Pasal 1329KUHPerdata).
2. Rechtspersoon (legal entitle) yaitu badan usaha
yang berbadan hukum (Pasal1654 KUHPerdata).
Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas :
1. Badan Hukum Publik (publiekrecht)
badan
hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga
negara yangmenyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum
tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain
sebagainya.Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia.
2. Badan Hukum Privat (privaatrecht)
perkumpulan
orang yangmengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan
satukesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan
Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented (contoh : Perseroan Terbatas)
atauNon Material (contoh : Yayasan).Di Indonesia bentuk-bentuk badan usaha
(Business organization) beranekaragam dan sebagian besar merupakan peninggalan
pemerintah Belanda.
BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM
Berdasarkan status pemiliknya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Perusahaan Swasta adalah
perusahaan yang didirikan dan dimilik oleh pihak swasta (Nasional dan Asing).
2. Perusahaan Negara adalah
perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Negara dan biasa disebut dengan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan bentuk hukumnya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Badan Usaha yang Bukan
Berbadan Hukum adalah perusahaan yang
bukan merupakan badan hukum. Contoh : Perusahaan Perorangan dan
Perusahaan Persekutuan (Maatschap, Firma, CV).
2. Badan Usaha yang Berbadan
Hukum adalah perusahaan yang berbadan hukum. Misalnya Perseroan Terbatas,
Koperasi, BUMN (Perum dan Persero)dan badan-badan usaha lain yang dinyatakan
sebagai badan hukum sertamemenuhi kriteria badan hukum.
Berdasarkan jumlah kepemilikannya, badan usaha dapat dibedakan menjadi
dua yaitu :
1. Perusahaan Perorangan atau Usaha Kepemilikan Tunggal
Adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan dan
bukan termasuk badan hukum. Badan usaha ini paling mudah diorganisir dan dijalankan
karena wewenang pengelolaannya (manajemen) dipegang olehsatu orang (pemilik
tunggal) sehingga keputusan dapat dibuat dengan cepat. Pendirian badan usaha
ini tidak memerlukan izin dan tata cara tententu serta bebas membuat bisnis
personal/pribadi tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Tanggung jawab
perusahaan terhadap hutang (liabilitas) meliputi seluruh harta kekayaan pribadi
pemiliknya. Penutupan perusahaan terjadi bila pemilik memutuskan menutup usaha
tersebut, bangkrut atau karena kematian pemiliknya. Pada umumnya perusahaan
perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah produksinya terbatas, memiliki
tenaga kerja/buruh yang sedikit dan masih menggunakan alat produksi teknologi
yang sederhana. Contoh : toko kelontong,tukang bakso keliling, pedagang
asongan, dan lain sebagainya.
2. Perusahaan Persekutuan (Partnership) atau
Usaha Kemitraan merupakan kombinasi terorganisir dari dua orang atau lebih
untuk menjalankan suatu usaha sebagai mitra pemilik atau mitra pengelola dan
dimiliki oleh dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
bisnis. Pendirian badan usaha ini membutuhkan izin khusus dari instansi
pemerintah yang terkait.
Yang termasuk
dalam badan usaha persekutuan adalah :
a. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu
Persekutuan Perdata (Maatschap).
b. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHDagang, yaitu
Persekutuan Firma(Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV)
c. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam perundang-undangan
khusus, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Perusahaan Negara (BUMN).
PERSEKUTUAN
PERDATA Diatur dalam Pasal 1618 s.d. 1652 KUHPerdata, Buku III, Bab VIII
tentang
Perserikatan Perdata (Burgerlijk Maatschap).
a.
Pengertian Persekutuan Perdata Persekutuan
suatu
perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkandiri untuk memasukkan sesuatu
ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan (Pasal 1618
KUHPerdata).Unsur-unsur dalam Persekutuan Perdata meliputi :
1. Adanya pemasukan sesuatu
ke dalam perserikatan (inbreng).
2. Inbreng dapat berupa uang, barang
(materiil/immaterial), atau tenaga (Pasal1619 KUHPerdata).
3. Adanya pembagian keuntungan atau kemanfaatan diperoleh
dari pemasukantersebut.Persekutuan Perdata yang bertindak keluar terhadap pihak
ketiga denganterang-terangan dan terus menerus untuk mendapatkan laba berubah
menjadiPersekutuan Perdata atau Perserikatan Perdata Jenis Khusus (Pasal
1623KUHPerdata).
Diatur
dalam perjanjian pendirian Persekutuan Perdata, dengan ketentuan tidak boleh memberikan keuntungan hanya pada satu
orang, tapi bolehmembebankan kerugian pada satu sekutu (Pasal 1635 KUHPerdata).
Apabila dalam perjanjian tidak diatur mengenai pembagian keuntungan, maka
berpedoman pada Pasal 1633 KUHPerdata. Pembagian keuntungan berdasarkan pada
asas keseimbangan pemasukan,artinya :
1. Pembagian dilakukan menurut harga nilai
dari pemasukan masing-masingsekutu kepada persekutuan.
2. Sekutu yang hanya memasukkan kerajinan saja
pembagiannya sama dengansekutu yang nilai barang pemasukkannya terendah,
kecuali ditentukan lain.
3. Sekutu yang hanya memasukkan tenaga
kerja mendapat bagian keuntungansama rata, atau disamakan dengan sekutu yang
memasukkan uang atau bendaterkecil, kecuali ditentukan lain (Pasal 1633 ayat (2)
KUHPerdata)
b.
Pendirian Persekutuan Perdata
Persekutuan
Perdata didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pihak
(asaskonsensualisme) dan tidak memerlukan pengesahan Pemerintah.
c.
Pertanggung Jawaban Sekutu
Perbuatan
hukum seorang sekutu yang dilakukan dengan pihak ketiga hanyamengikat sekutu
yang bersangkutan dan tidak mengikat sekutu-sekutu yang lain(Pasal 1644
KUHPerdata), kecuali bila :
1. Sekutu-sekutu yang lain
telah memberikan kuasa untuk itu.
2. Perbuatan sekutu tersebut
secara nyata memberikan manfaat bagi persekutuan.
d.
Status Hukum Persekutuan Perdata
Berdasarkan
Pasal 1644 KUHPerdata maka Persekutuan Perdata bukan termasuk badan hukum,
karena pada suatu badan hukum, perbuatan seorang sekutu atas nama persekutuan
akan mengikat persekutuan tersebut terhadap pihak ketiga. Terbentuknya
Persekutuan Perdata tidak memerlukan pengesahanPemerintah sebagai syarat formil
suatu badan hukum.
e.
Berakhirnya Persekutuan Perdata
Berdasarkan
Pasal 1646 KUHPerdata, Persekutuan Perdata dapat berakhir akibat :
1. Lewatnya waktu dimana
persekutuan diadakan.
2. Musnahnya barang atau
selesainya perbuatan yang menjadi pokokpersekutuan.
3. Atas kehendak semata-mata
dari beberapa sekutu.
PERSEKUTUAN
FIRMA (Fa) Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s.d. Pasal 35 KUHDagang.
a. Pengertian Firma
Firma
berasal dari bahasa Belanda “venootschap onder firma” yang berarti sebuah
perserikatan dagang antara beberapa perusahaan. Firma adalah suatu Persekutuan
Perdata yang menyelenggarakan perusahaan atas nama bersama dan tiap-tiap sekutu
yang tidak dikecualikan satu dengan lain hal dapatmengikatkan Firma dengan
pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas seluruh hutang
Firma secara tanggung-menanggung(Pasal 16 s.d. Pasal 18 KUHDagang). Dasar Hukum
Persekutuan Firma adalah suatu “Maatschap” dan sebagai Maatschap khusus, Persekutuan Firma mempunyai unsur-unsur
khusus, yaitu :
1. Selalu menyelenggarakan perusahaan (Pasal 16
KUHDagang).Misal : membuat Pembukuan, Pendaftaran Perusahaan, dll.
2. Mempunyai nama bersama (Pasal
16 KUHDagang).Kata Firma berarti nama bersama, yaitu nama sekutu yang dipakai
menjadinama perusahaan. Misal : salah satu sekutu bernama Budiman, maka
namaperusahaannya menjadi “Fa. Budiman Bersaudara”
3. Pertanggungjawabannya
tanggung-menanggung atau bersifat pribadi untukkeseluruhan (Hoofdellijk voor
het geheel) dan pada asasnya tiap-tiap sekutudapat mengikatkan Firma dengan
pihak ketiga (Pasal 18 KUHDagang).
b. Pendirian Firma
Persekutuan
Firma terbentuk sejak adanya kata sepakat secara lisan atau tertulis antara
para sekutu (pendiri), baik dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan
(Pasal 16 KUHDagang jo. Pasal 1618 KUHPerdata). Bentuk perjanjian mendirikan
Persekutuan Firma adalah perjanjian konsensuil. Tata cara(prosedur) pendirian
Firma menurut KUHDagang adalah :
1. Pembentukan FirmaAkta pendirian Firma yang dibuat
di hadapan Notaris, tidak menjadi syarat mutlak terbentuknya Persekutuan Firma
tetapi hanya sebagai alat bukti utama terhadap pihak ketiga mengenai keberadaan
Firma tersebut (Pasal 22KUHDagang). Ketentuan bahwa ketiadaan akta tidak boleh
dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga dimaksudkan bahwa tidak adanya akta
otentik tidak boleh digunakan sebagai dalih bagi pihak ketiga bahwa Firma itu
tidak ada, sehingga dapat merugikan pihak ketiga. Sebaliknya pihak ketiga dapat
membuktikan adanya Persekutuan Firma dengan alat bukti lainnya, seperti
surat-surat, saksi, dll
2. Persekutuan Firma harus mendaftarkan akta
pendiriannya atau hanya petikannya saja ke kepaniteraan Pengadilan Negeri di
mana Persekutuan Firma tersebut didirikan (Pasal 23 dan Pasal 24 KUHDagang).
Petikan Akta Pendirian Persekutuan Firma harus memuat:
a) Nama, nama depan,
pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
b) Menyebutkan keterangan apakah
persekutuan itu umum atau hanya terbatas pada suatu cabang perusahaan khusus.
c) Penunjukan sekutu-sekutu yang
dikecualikan dari hak menandatangani untuk firma.
d) Saat mulai berlakunya dan akan
berakhirnya persekutuan.
e) Bagian-bagian dari
persetujuan persekutuan guna menentukan hak-hak pihakketiga terhadap
persekutuan.Tujuan mendaftarkan Akta Pendirian Persekutuan Firma adalah bahwa
pihakketiga tidak perlu mengetahui tentang besarnya modal Persekutuan
maupunpersoalan yang terjadi di antara para sekutu yang sifatnya pribadi dan
tidak adahubungannya dengan pihak ketiga.
3. Pengumuman Firma Akta
pendirian Firma harus diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal 28KUHDagang). Sesuai
Pasal 29 KUHDagang, Persekutuan Firma yang belum melakukan pendaftaran dan
pengumuman, maka Persekutuan Firma tersebut harus dianggap sebagai :
a. Persekutuan Umum
yang menangani segala urusan perniagaan.
b. Didirikan untuk
waktu tidak terbatas.
c. Seolah-olah tidak ada seorang sekutu pun yang
dikecualikan dari hakbertindak perbuatan hukum dan hak menandatangani atas nama
firma.Apabila sekutu melanggar ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar
sebelumFirma didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga dapat menuntut
kepadaPersekutuan Firma, dengan cara memperhitungkan pelanggaran yang
harusdipertanggungjawabkan secara pribadi oleh sekutu yang melakukan
pelanggarantersebut.
c. Pertanggung
Jawaban Sekutu Firma Dalam hal pengurus Persekutuan (Pasal 17 KUHDagang),
apabila tidak dibuat peraturan-peraturan khusus mengenai cara-caranya mengurus,
maka :
1)
Para sekutu dianggap secara timbal-balik telah memberi kuasa supaya yang
satu melakukan pengurusan bagi yang lain.
2)
Para sekutu boleh menggunakan barang-barang kekayaan Persekutuan asalkan
sesuai dengan tujuan dan kepentingan
Persekutuan.
3)
Para sekutu wajib turut memikul biaya yang diperlukan untuk
Pemeliharaan barang-barang Persekutuan.
OBYEK HUKUM
A. Pengertian Obyek Hukum
Menurut pasal 499 KUH Perdata obyek hukum adalah benda.
Benda sendiri adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para
subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Obyek
hukum juga dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang berada dalam pengaturan
hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum)
berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan.
B. Contoh Obyek Hukum
Perusahaan Sugar meminjamkan uang kepada
perusahaan Love. Yang menjadi objek hukum dalam
hubungan antara perusahaan Sugar dan perusahaan Love ialah pinjaman uang
tersebut serta kekuasaan atau hak perusahaan Sugar untuk bisa menagih uang itu
kembali dari perusahaan Love, sesuai perjanjian antara dua perusahaan tersebut.
Pinjaman uang tersebut menjadi objek hukum dari hak kepunyaan perusahaan Sugar.
C. Macam-Macam Obyek Hukum
Menurut pasal
503-504 KUH Perdata juga disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni
benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak
kebendaan (Immateriekegoderan).
1) Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen)
Benda yang
bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba,
dirasakan dengan panca indera manusia, terdiri dari benda berwujud dan dapat
dirasakan, meliputi :
a) Berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda
yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
* Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah
benda yang dapat dipindahkan
Contoh: meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri.
* Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511
KUH Perdata adalah hak-hak atas bedan bergerak.
Contoh : saham, obligasi, cek, dan tagihan-tagihan.
b) Benda tidak bergerak adalah
adalah penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara
yuridis. Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: *Benda tidak bergerak karena
sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya.
Contoh : pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
*Benda tidak bergerak
karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar
benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada
bergerak yang merupakan benda pokok. Contoh : tanah.
*Benda tidak bergerak karena ketentuan
undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak.
Contoh
: hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda
tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda
bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4
hal yakni :
1.
Pemilikan (Bezit)
Pemilikan
(Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal
1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik
(eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak
demikian halnya.
2.
Penyerahan (Levering)
Penyerahan
(Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara
nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak
bergerak dilakukan balik nama.
3.
Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa
(Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab
bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut
sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.
Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan
(Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia)
sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk
tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
2) Benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang
dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, Contoh : merk perusahaan, paten, dan
ciptaan musik / lagu
* Benda bergerak
* Benda tetap
Berdasarkan
Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), benda dibedakan menjadi
2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak
bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda
bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal.
61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak
(“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan
ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Lebih lanjut,
Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya
ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung,
karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi
satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa
yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara
tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon
yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa
yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau
bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang
agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah
tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak
atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
Pada sisi lain masih menurut Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan
benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang.
Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung
dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi
misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena
penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang
bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan,
surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.
Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul
Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44), mengatakan
bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:
Benda tidak bergerak karena sifatnya
(Pasal 506 KUHPer)
misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau
pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau
buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.
Benda tidak bergerak karena peruntukannya
atau tujuan pemakaiannya
(Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan
barang-barang yang dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan sebagainya.
Juga perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding
seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan
dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan
sebagainya; serta bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan
dipakai lagi untuk membangun gedung tersebut, dan lain-lain.
Benda tidak bergerak karena ketentuan
undang-undang
misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak
pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508
KUHPer). Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan dalam
suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak bergerak.
Lebih
lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45) menerangkan bahwa untuk
kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
* Benda bergerak
karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan
misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain (Pasal 509
KUHPer). Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu,
gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan
sebagainya (Pasal 510 KUHPer).
* Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal
511 KUHPer) misalnya:
a) Hak pakai hasil dan hak
pakai atas benda-benda bergerak;
b) Hak atas bunga-bunga yang
diperjanjikan;
c) Penagihan-penagihan atau
piutang-piutang;
d) Saham-saham atau andil-andil
dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.
Apa gunanya pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak?
Manfaat
pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat dalam hal cara penyerahan
benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda tersebut, dan beberapa
hal lainnya.
Menurut Frieda
Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana kami sarikan, pentingnya
pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu penguasaan, penyerahan,
daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan berkuasa (bezit)
Bezit
atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal 1977 KUHPer).
Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda tidak bergerak, karena
seseorang yang menguasai benda tidak bergerak belum tentu adalah pemilik benda
tersebut.
2. Penyerahan (levering)
Menurut
Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan
nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah
sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616
KUHPer, penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang
bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain
membukukannya dalam register
Dengan
berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan peralihan haknya menurut
ketentuan Pasal 19 UUPA dan peraturan pelaksananya.
3. Pembebanan (bezwaring)
Pembebanan
terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150 KUHPer harus dilakukan dengan
gadai, sedangkan pembebanan terhadap benda tidak bergerak menurut Pasal 1162
KUHPer harus dilakukan dengan hipotik.
Sejak
berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah hanya dapat dibebankan dengan Hak
Tanggungan. Sedangkan untuk benda-benda bergerak juga dapat dijaminkan dengan
lembaga fidusia menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
4. Daluwarsa (verjaring)
Terhadap
benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut Pasal 1977 ayat (1)
KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan eigendom; karena itu sejak
seseorang menguasai suatu benda bergerak, pada saat itu atau detik itu juga ia
dianggap sebagai pemiliknya.
Terhadap
benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karena menurut Pasal 610 KUHPer, hak
milik atas sesuatu kebendaan diperoleh karena daluwarsa
GADAI
MENURUT HUKUM PERDATA
Definisi dan Dasar Gadai
Pemberian
jaminan barang bergerak menurut hukum di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk
“pand” menurut BW, “boreg” atau “gadai”
menurut hukum adat. “Boreg” menurut hukum adat ditujukan kepada pemberian
jaminan yang barangnya diserahkan dalam kekuasaan si pemberi kredit.
Hak gadai
menurut KUHPerdata diatur dalam Buku II Bab XX Pasal 1150 - 1161.
Pihak yang menggadaikan dinamakan
“pemberi gadai” dan yang menerima gadai, dinamakan “penerima atau pemegang
gadai”. Kadang-kadang dalam gadai terlibat tiga pihak, yaitu debitur (pihak
yang berhutang), pemberi gadai, yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai dan
pemegang gadai yaitu kreditur yang menguasai benda gadai sebagai jaminan
piutangnya. KUHPerdata merumuskan gadai sebagai berikut:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan
yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Menurut Mariam
DarusBadruzaman rumusan gadai di atas belum dapat disimpulkan tentang sifat
umum dari gadai. Untuk menemukan sifat-sifat umum gadai, sifat tadi harus
dicari lagi di dalam ketentuan-ketentuan lain.
Syarat dan Rukun Gadai
Dalam
hubungannya dengan syarat-syarat gadai, ada baiknya bila lebih dahulu dijelaskan
tentang syarat-syarat sahnya perjanjian secara umum yang terdapat dalam pasal
1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditegaskan:
Untuk syarat syahnya persetujuan
diperlukan empat syarat:
a. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu
pendekatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama
dan kedua dari pasal tersebut merupakan syarat subyektif, dimana apabila syarat
itu tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya sejak semula
perjanjian itu batal. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat
obyektif, dimana jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian vernitigebaar
(dapat dibatalkan), artinya perjanjian (overeenkomst), baru dapat dibatalkan
jika ada perbuatan hukum (reghthandeling) dari pihak yang mengadakan perjanjian
untuk membatalkannya.
Dalam
konteksnya dengan gadai (pand), maka hak gadai itu pun diadakan dengan harus
memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya.
Kalau yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan surat piutang
yang aantoonder(kepada si pembawa) maka syarat-syaratnya:
1. Harus ada perjanjian
untuk memberi hak gadai ini (pandoverenkomst) perjanjian ini bentuknya dalam
KUHPerdata tidak disyaratkan apa-apa, oleh karenanya bentuk perjanjian pand itu
dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu. Artinya perjanjian
bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja. Dan yang secara
tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris (jadi merupakan akte autentik),
bisa juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja.
2. Syarat yang kedua,
barangnya yang digadaikan itu harus dilepaskan/berada di luar kekuasaan dari si
pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan perkataan lain barangnya itu harus
berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan ada ketentuan dalam KUHPerdata
bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan
si pemberi gadai.
Syarat
yang kedua inilah yang dalam praktek sering menimbulkan kesulitan untuk
ditepati. Yaitu jika kebetulan barang yang digadaikan itu justru barang yang
sangat dibutuhkan oleh si pemberi gadai, misalnya untuk mencari nafkah. Maka
akan sangat sulit bagi si pemberi gadai jika barang yang penting untuk mencari
nafkah itu justru harus berada di luar kekuasaannya.
Hak dan Kewajiban Gadai
Selama gadai itu berlangsung si
pemegang gadai mempunyai beberapa hak:
1. Si pemegang gadai dalam
hal si pemberi gadai (debitur) melakukan wanprestasi, yaitu tidak memenuhi
kewajibannya, maka setelah jangka waktu yang
telah ditentukan itu lampau, si pemegang gadai berhak untuk menjual
benda yang digadaikan itu atas kekuasaan
sendiri (eigenmachtigeverkoop) kemudian dari hasil penjualan itu diambil
sebagian untuk melunasi hutang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur.
Penjualan barang itu harus dilakukan dimuka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim berlaku.
2. Si pemegang gadai berhak
untuk mendapatkan pengembalian ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan untuk
keselamatan barangnya.
3. Si pemegang gadai
mempunyai hak untuk menahan barang itu (hak retentie); itu terjadi jika setelah
adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian hutang yang kedua antara para pihak dan hutang yang kedua ini sudah dapat ditagih sebelum
pembayaran hutang yang pertama, maka
dalam keadaan yang demikian itu si
pemegang gadai wenang untuk menahan benda itu sampai kedua macam hutang itu dilunasi.
Sebaliknya seorang pemegang gadai
memikul kewajiban-kewajiban yang
berikut:
1. Bertanggungjawab untuk
hilangnya atau merosotnya barang gadai, sekedar itu telah terjadi karena
kelaliannya (Pasal 1157 ayat 1 KUHPerdata).
2. Kewajiban untuk
memberitahukan pemberi gadai, jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat 2 KUHPerdata).
Kewajiban memberitahukan itu selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya
apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegrap,
atau jika tidak demikian halnya, dengan pos yang berangkat pertama (Pasal 1156
ayat 2 KUHPerdata). Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat tercatat,
berlaku sebagai pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat 3 KUHPerdata).
3. Bertanggungjawab terhadap
hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 ayat 1 KUHPerdata).[10]
Barang yang Dapat Digadaikan
Yang dapat digadaikan ialah semua
benda bergerak:
1. Benda bergerak yang
berwujud.
2. Benda bergerak yang tak
berwujud, yaitu yang berupa pelbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang,
yaitu yang berwujud surat-surat piutang aantoonder (kepada si pembawa), aan
order (atas tunjuk), op naam (atas nama).
Timbul persoalan apakah mengenai piutang yang masih akan ada itu dapat
digadaikan?
Menurut
pendapat yang lazim sekarang gadai mengenai piutang yang masih akan ada itu
dimungkinkan, asal hubungan hukum yang menimbulkan piutang sudah ada.
Pendapat yang sama dengan
keterangan di atas dikemukakan oleh R. Subekti: yang dapat dijadikan obyek dari
pandrecht, ialah segala benda yang bergerak yang bukan kepunyaannya orang yang
menghutangkan sendiri. Sebaliknya tidaklah perlu benda itu harus kepunyaan
orang yang berhutang, meskipun lazimnya orang yang berhutang itu juga yang
memberikan tanggungan, tetapi itu tidak diharuskan.
Gadai dalam
KUH Perdata merupakan hak kebendaan yang bersifat sebagai jaminan atas suatu
hutang. Hak jaminan atas suatu hutang itu, disamping gadai yang obyeknya benda
bergerak, juga dalam KUH Perdata ada hak kebendaan lainnya yang sama-sama
sebagai jaminan atas suatu hutang yaitu hipotek. Karena itu antara gadai dan
hipotek memiliki persamaan juga perbedaan.
Persamaannya
hipotek dan gadai tersebut merupakan hak kebendaan maka juga mempunyai
sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu: selalu mengikuti bendanya (droit de
suite) yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de
preferenceasas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain. Selain itu baik
hipotek maupun gadai mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam
pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya (pasal 1133 KUH Perdata).
Adapun perbedaannya antara pand
dan hypotheek dapat diringkaskan sebagai berikut:
* Pandrecht harus disertai dengan penyerahan
kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan, hypothec tidak.
* Pandrechthapus, jika barang yang dijadikan
tanggungan berpindah ketangan orang lain, tetapi hypothectetap terletak sebagai
beban di atas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan
kepada orang lain.
* Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas, tak
terikat pada bentuk tertentu, artinya dapat dibuat secara tertulis (dengan akte
autentik atau akte di bawah tangan) atau secara lisan saja. Sedang perjanjian
hypothecharus dibuat dengan akte autentik.
* Pada gadai bendanya lazim hanya digadaikan satu
kali, sedang pada hypothecbenda yang dipakai sebagai jaminan itu dapat
di-hypothec-kan lebih dari satu kali (dapat menjadi tanggungan lebih dari satu
hutang).
* Mengenai wewenang untuk menjual bendanya atas
kekuasaan sendiri, hak yang demikian pada gadai memang sudah diberikan oleh
undang-undang, sedang pada hypothec hak yang demikian harus diperjanjikan lebih
dahulu.
* Pada hypothec disyaratkan bahwa orang yang
meng-hypothec-kan itu harus mempunyai kekuasaan atas bendanya, sedangkan pada
gadai cukup asal orang yang menggadaikan itu cakap bertindak.
* Pada gadai untuk jaminan adalah barang-barang
bergerak, sedang pada hypothecialah pada barang-barang tak bergerak.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa obyek gadai dalam KUH Perdata hanya meliputi benda bergerak.
HIPOTEK
Pengertian Hipotik
Hypotheca
berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai
arti “Pembebanan”. Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah
kreditur pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII
pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun
1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak
tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali
ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Pengertian
hipotik tercantum dalam Pasal 1162 KUH Perdata. Hipotik adalah: “Suatu hak
kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.”
Vollmar
mengatakan hipotik adalah: “Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak
tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotik) sesuatu
nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi
pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan” (Vollmar, 1989: 328).
Dalam buku
Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto
menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul
dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan
terlebih dahulu.
Subjek
Hipotik
Ada dua pihak
terkait dalam perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik (hypoteekgaver)
dan penerima hipotik. Pemberi hipotik (hypotheekgever) adalah mereka yang
sebagai jaminan memberikan suatu kebendaan/ zakelijke recht (hipotik), atas
bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang
terikat pada hipotik, tetapi hipotik atas beban pihak ketiga.
Penerima
hipotik disebut disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypoteeknemer.
Hypotheekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotik, pihk
yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotik. Biasanya yang menerima hipotik
ini adalah lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. Hypotheekbank
adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan
pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan segi
lain mengeluarkan surat-surat gadai.
Pasal 1168 KUH
Perdata menentukan bahwa Hipotik hanya dapat diletakkan oleh orang yang
berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi disyaratkan bahwa
orangnya harus beschikkingsvevoegd. Dalam ketentuan tersebut di atas tidak ada
ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat
menerima/mempunyai hak Hipotik. Lain halnya dengan Credietverband di mana
ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima/menjadi kreditur dari Credietverband
(pasal 38 S. 1908 j.o S. No.190).
Mengenai
siapa-siapa yang dapat memberikan Hipotik (debitur – Hipotik) dari hak-hak atas
tanah dapat dilihat di Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam UUPA tersebut
yang dapat dibebani Hipotik hanya Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan maka yang dapat menghipotikkan
ialah hanya mereka yang berhak mempunyai hak-hak tersebut yaitu Warga Negara
Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.
Mengenai hal ini jelasnya diperinci sebagai berikut :
* Yang dapat menghipotikkan Hak Milik mengenai tanah
hanya Warga Negara Indonesia dan Badan-badan Hukum tertentu yang ditunjuk
Pemerintah.
* Yang dapat menghipotikkan Hak Guna Usaha hanya
Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.
* Yang dapat menghipotikkan Hak Guna Bangunan hanya
Warga Negara Indonesia dan badan Hukum Indonesia.
Demikian juga halnya pada
Credietverband karena Credietverband juga hanya dapat dibebankan pada Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan maka yang dapat memberikan
Credietverband juga hanya mereka yang berhak mempunyai hak-hak tersebut, yaitu
Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.
Objek Hipotik
1. Benda-benda tak bergerak
yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas
benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan
hak usaha.
4. Bunga tanah, baik yang
dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah.
5. Bunga seperti semula.
6. Pasar-pasar yang diakui
oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk
benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut, dan pesawat
terbang. Hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan,
maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang dipergunakan
dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda
tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang
hipotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Ukuran kapal lautnya
20 m3, sedangkan dibawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia.
Benda-benda yang tidak dapat
dibebani hipotik;
1. benda bergerak;
2. benda dari orang yang
belum dewasa;
3. benda-benda dari orang
yang berbeda di bawah pengampuan; dan
4. benda dari orang-orang
yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan
untuk sementara waktu.
Dasar dari
ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke
atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:
“Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi
kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan
yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat
3 KUHD mengatakan bahwa: “Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal,
kappa-kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang
demikian itu, dapat diadakan hipotik.”
Asas-Asas Hipotik
Dalam buku Hukum Perdata: Hak
Jaminan Atas Tanah karangan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menjelaskan mengenai
asas-asas hukum yang penting dibuat dalam hipotik ialah:
1. Asas Publiciteit, asas
yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan di dalam register umum,
supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/ umum. Mendaftarkannya ialah ke Seksi
Pendaftaran Tanah. Yang didaftarkan ialah akte dari Hipotik itu.
2. Asas Specialiteit, yaitu
asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang
ditunjuk secara khusus. Benda-benda tak bergerak yang mana terikat sebagai
tanggungan.
Misalnya: Benda-benda yang
dihipotikkan itu berwujud apa, di mana letaknya, berapa luasnya/besarnya,
perbatasannya.
Asas tak dapat
dibagi-bagi (Ondeelbaarheid), ini berarti bahwa hipotik itu membebani seluruh
objek/benda yang dihipotikkan dalam keseluruhannya atas setiap benda dan atas
setiap bagian dari benda-benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang
tidak mengurangi/meniadakan sebagai dari benda yang menjadi tanggunganJanji
Janji (Bedingen) dalam Hipotik
Di dalam perjanjian Hipotik lazim
diadakan janji-janji yang bermaksud melindungi kepentingan Creditur supaya
tidak dirugikan. Janji-janji demikian harus tegas-tegas dicantumkan dalam akte
Hipotik, yaitu:
1. Janji untuk menjual atas
kekuasaan sendiri, pasal 1178 KUH Perdata.
2. Janji tentang sewa, pasal
1185 KUH Perdata.
3. Janji untuk tidak
dibersihkan, pasal 1210 KUH Perdata.
4. Janji tentang Asuransi,
pasal 297 KUHD
Hapusnya Hipotik
Di samping menurut cara-cara yang
telah ditentukan dalam Undang-Undang, hapusnya Hipotik karena hapusya hak atas
tanah yang bersangkutan berdasar Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober
1970 no. BA 10/241/10 dimungkinkan. Dengan hapusnya hipotik karena hapusnya hak
atas tanah yang bersangkutan yang hapus hanya perjanjian hipotiknya, tidak
menghapuskan perutangan yang pokok.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar